Sunday, July 21, 2013

Sekongkang Dua Bulan


Sekongkang.

Rumah Panggung, Desa Sekongkang Bawah

Pantai Santai.


Lubang Karang


Karang-karang.


Umpak.

Hidup itu aneh. Saya masih ingat, setahun lalu, saya merasa masih bayi baru lahir di Bandung.
Saya ingat, berbuka puasa bersama orang-orang luar biasa di lingkungan yang luar biasa,
bersama beberapa orang yang hanya bisa ditemui di majalah-majalah.
Salah satu orang yang saya salami malah sudah jadi walikota.
Aneh,

Setahun kemudian, saya disini, di Sumbawa Barat.
Desa Sekongkang, yang mana kalau tidak terbawa oleh tim KKN ini,
saya yakin 100 % saya tidak bakal pernah terpikir akan menginjakkan kaki disini.
Ini bukan langkah mundur, mungkin tahun depan saya buka puasa di Florence atau Copenhagen.
Siapa tahu?

Rumah panggung, pantai, makanan, orang-orang,
budaya, atmosfer, semuanya berbeda.

Jadi di desa ini, ternyata punya 5 pantai. Peser, Lawar, Yoyo, Rantung, Tropika.
Pantai Lawar di gambar bawah ini salah satu pantai yang dekat dengan pondokan.
Tapi kalau jalan ya sekitar setengah jam kurang lah..



Gagal liat sunset gara-gara mendung.





Di dekat pondokan juga ada muara, yang ini muara menuju pantai Peser.








Kalau arsitek KKN, biasanya ya ini, mengajar menggambar.
Murid disini sangat ribut. Kelas yang cuma diisi 8 orang anak SMP bisa seberisik kelas normal kapasitas 40 orang di sekolah biasa. Kabarnya dari mereka yang mengajar SD, anak SD jauh lebih brutal.






Beberapa program juga ada yang berhubungan dengan desain. 
Kaos, logo dan kartu pos.



Pantai Yoyo, salah satu spot surfing di Sekongkang. Disini, biasanya selain surfing, orang-orang juga sering nombak ikan. Mereka nyelam, terus pakai semacam pistol pelontar panah. 
Itu cara yang sungguh pria buat makan ikan.





Disini juga ada resor, ini resor di Pantai Yoyo. 
Kami sempat mencoba makan disini.
Makanannya lumayan, dan dapat sunset.





Pantai Maluk, buat saya mirip Sanur, hanya saja ini adalah versi yang lebih lengang, lebih bersih, lebih panjang, dan bisa lihat sunset.




Pelabuhan Benete, siang dan malam hari. 
Disini ada jagung bakar paling enak sedunia. Kalau ke Benete, harus kesitu.
Jagung bakar, teman dan teh panas, sambil lihat kelap-kelip lampu dermaga Newmont.









Air terjun di belakang polsek Sekongkang, untuk kesini harus trekking ringan dulu.
Airnya dingin, hijau, bersih. Disini saya lompat dari batu yang paling tinggi itu. Nggak begitu tinggi, paling sekitar 4 meter, tapi sensasi pas melayang di udara selama sepersekian detik itu asik.


Sedetik sebelum kalap.

Kami disini dijamu makanan lokal. Sering sekali numpang buka bersama. Di SMP, SMA, Kecamatan, manapun kita hajar, selama gratis. Makanan khas disini kebanyakan berasal dari laut. Yang satu namanya Sepat, isinya ikan, sayur, terong, dan sebagainya, warnanya pucat, agak asam. Yang lain namanya Singang, sejenis ikan laut pakai kuah warna merah. Disini kita juga pernah dijamu pakai daging rusa. Itu daging paling enak yang pernah saya makan.







Yang airnya warna biru turqoise itu air terjun Kalela, di kecamatan Jereweh, bukan di Sekongkang lagi.
Di air terjun ini ikannya nggak takut manusia, malah kalau nyelupin kaki ke dalamnya berasa di fish spa. Karena alasan itulah saya nggak mau nyebur.




Api malam takbiran.


Sesaat sebelum berburu makanan.

Suasana lebaran, malam takbiran, semua ramai di Sekongkang. 
Obor-obor dibakar, petasan diledakkan, terompet dibunyikan.. dan teman kami kemalingan.
Sesenang apapun kita saat KKN, tetap hati-hati.



Masalah publikasi memang harus agak diakal-akali kalau ada di daerah terpencil. Karena susah dan mahalnya untuk print kertas, poster publikasi lomba dibuat langsung, digambar di kertas lalu difotokopi, untuk penyebarannya kami dibantu Karang Taruna.







Panorama pantai Tropika dari atas bukit.


Pantai Tropika dari atas bukit.












Yang ini agak panjang, jadi tempat diatas itu Pantai Tropika, dimana ada resort paling bagus se Sekongkang. Tarifnya semalam katanya 1,9 juta. Pantainya bagus, masih sepi, dan barnya juga nyaman, minuman disana tidak begitu mahal. Jus pisang harganya masih 13 ribu. Disampingnya, ada bukit dengan mercusuar di ujungnya. Beberapa dari kami sempat mendaki kesana, dan mendapat beberapa pemandangan bagus.



Purnama di Sekongkang.



Presentasi saya dan teman-teman tentang program di Dinas Pariwisata Taliwang.
Jalan ke Taliwang naik-turun kiri-kanan, jadi buat yang mabuk darat mungkin perlu antimo.



Plang nggak standar, pakai bambu.


Ini mungkin kayak koreng, tapi buat Bumi. Diameternya luas sekali.


Coret-coretan, seperti peta tambang, tapi nggak tahu apa.




Ban ini tingginya 3,6 meter, harganya setara Fortuner.



Yang langka disini adalah, kesempatan kita masuk tambang Newmont. Ini mungkin memang cuma sekali dalam hidup, masuknya saja susah. Masuk ke tambang Newmont persis seperti masuk negara lain: kalau si Sekongkang masih jarang lampu jalan, disini jalanan malam terang benderang. Kalau di Sekongkang jalan banyak yang belum diaspal, disini paving blok dipasang sepanjang jalan. 

Seperti yang saya bilang di awal tadi, kita tidak akan tahu kemana hidup berjalan. Tahun 2011, saya kebetulan ikut sayembara arsitektur dengan memilih tema tambang, tahun 2013 saya benar-benar masuk tambang. Dalam dua bulan, saya mencoba banyak sekali hal baru, melihat hal baru.

Intinya, terimakasih buat semua teman-teman KKN NTB 11:
Bana, Vega, Sukma, Luthfi, Rifan, Sjech, Fadil, Sinto, Tiki, Toni, 
Dedy, Rishang, Faridha, Mutia, Bang Clinton, Mbak Eldha, Ayu, Raina, Rani, Benita, Harry. 
Dan mereka yang batal berangkat Henrison dan Gery.

Semua warga Sekongkang: 
Bang Komeng, Pak Kades, Bang Ales, Karang Taruna Mandiri, Bu Nia, Pak Ashar, Pak dan Bu Ahmad, Mama Egi dan Pak Oles, bocah-bocah Sekongkang, dan yang lain yang belum saya sebut namanya.

You rock!





Tulisan belum sepenuhnya selesai, 
masih banyak foto dari teman-teman yang tercecer,
tapi saya publish duluan saja,
takut basi.

Semoga dari baca ini, ada yang ingin kesana.
Saya doakan.

Share