Tuesday, August 19, 2014

Saujana Dalam Palka - Sayembara Desain Paviliun Utama dan Stand Nasional Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015. 2014. IAI.

Kali ini aku bergabung dengan tukang baca buku sebagai tim dalam satu sayembara: merancang Paviliun Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015. Ada Andin, Gata, dan Ribas.

Frankfurt Book Fair (FBF) kabarnya adalah salah satu event terbesar di dunia, yang berkaitan dengan buku dan karya tulis. Setiap tahunnya, ribuan penulis dan penerbit berkumpul jadi satu di bawah satu atap. Singkat kata, Indonesia mendapat kesempatan menjadi Guest of Honor di tahun 2015, dan karena itulah sayembara ini dilakukan. Tema paviliun Indonesia punya judul "17.000 Islands of Imagination", dan akan memuat sekitar 2000 judul buku dalam luasan total sekitar 1000 m2, yang terbagi dalam sebuah paviliun utama dan bagian kecil lagi untuk stand penerbit nasional.

Pertama, tema yang sudah ada "17.000 Islands of Imagination" kami baca sebagai semangat untuk menunjukkan Indonesia sebagai negara yang majemuk, kaya akan budaya, dan penuh ide cemerlang. Tema ini juga seolah ingin menegaskan kembali bahwa Indonesia adalah negara maritim. Di sisi lain, dari pencarian kami tentang sosok penulis-penulis di Indonesia, kami melihat bahwa linimasa perkembangan sastra di Indonesia sangatlah menarik, sehingga kami putuskan untuk mengangkatnya sebagai konsep.

Melalui proses yang lumayan panjang, akhirnya muncul kata-kata saujana (sejauh mata memandang) dan palka (lubang dalam kapal tempat menaruh barang-barang), yang kami rangkai menjadi "Saujana dalam Palka". Kami mengibaratkan paviliun Indonesia sebagai kapal, yang membawa keindahan dan kehebatan Indonesia di dalam palka-nya, meski dengan luasan terbatas. Ruang-ruang dipecah menjadi pulau-pulau kecil, dengan koleksi buku dan suasana (bau, tekstur, serta suara) yang berbeda-beda, sementara sepertiga ruang paviliun utama kami buat menjadi panggung sederhana yang bisa digunakan sebagai tempat berkumpul saat tidak ada pentas. Keterbangunan desain disini menjadi hal penting, karena itu kami memutuskan untuk menggunakan banyak furnitur modular dan kain, untuk kemudahan mobilisasinya. Untuk ini, kami harus berterimakasih kepada Pak Apep, Achmad Tardiyana, atas sharing ceritanya kepada Andin di Urbane tentang bagaimana Paviliun Indonesia di Venice Biennale kemarin terbangun.

Proses desain sangat menyenangkan, meski dilakukan dari tempat yang terpisah-pisah: aku di Denpasar, Andin di Bandung, Gata mudik ke Surabaya, dan Ribas kebetulan sedang balik ke Magelang. 

Mungkin ini manifestasi nyata dari pemikiran "Bhinneka Tunggal Ika".
Berbeda-beda tapi tetap satu tim.
Tercerai-berai tapi tetap ngirim karya.

Sebagai penutup, aku tahu bahwa Andin sudah sering membaca novel, bahkan sekarang sedang memulai karirnya sebagai penulis merangkap arsitek, sementara Gata punya tumpukan buku-buku bagus di kamarnya, sesekali aku lihat dia asyik membaca buku tentang seni, sambil mendengarkan dan sesekali memainkan lagu-lagu indie. Tidak kurang, Ribas adalah orang yang kamarnya ingin kurampok, karena koleksi Tintin dan buku-buku karya Pram-nya yang terlihat sedap. Kami rasanya cukup suka membaca buku, dan tentu saat mengirim panel terselip doa kami untuk menang, dengan harapan akan diundang ke Jerman.

Tapi ternyata, sejauh-jauhnya Denpasar, Surabaya, Bandung, dan Magelang terpisah, 
Jerman masih lebih jauh.






No comments:

Post a Comment

Share